Hari-hari aku lalui dengan
menelfon pulang ke rumah di kampung halaman, tepatnya di nagari Koto Tangah
Batu Hampa. Makhlumlah Jomblo setia, ga punya cowok yang bisa ditelpon buat
mesraan atau rajukan. Alhasil telponan yang rutin adalah menelpon Amak, Apak,
Zain, Dinda, Alfi, Nissa dan sikecil Zhaha. Paling kurang nelfon dua jam sekali
dua hari. Ada saja kerinduan yang menyeruak jika dalam dua hari tidak menelfon
ke rumah.
Tahun 2013,
tepatnya di bulan Juli ini, adalah tahun kenaikan kelas. Alhamdulillah aku dan
Zain sudah menyelesaikan kuliah. Aku sangat bangga dengan adik laki-laki ku
yang satu ini. Di usia nya yang masih sangat muda, ia sudah punya tanggung
jawab terhadap keluarga. Zain Abdul Latif, nama yang diberikan oleh kedua orang
tuaku. Berperawakan tinggi dengan wajahnya yang membuat setiap orang yang melihatnya
terpesona(#mujiadiksendiri), ya tapi itu kenyataannya ,,,heheeh..
Zain mewarisi
minat wirausaha yang berasal dari bapakku, saat ini menekuni bisnisnya dengan
fokus pada bidang perikanan. Hasil uang yang didapatnya dari Beasiswa Wirausaha
dari kampus nampaknya membuahkan hasil. Wirausahanya mulai berkembang, walaupun
dari segi modal masih sering mengalami kerugian tapi dari berbagai sudut lain
mengalami perkembangan. Aku sangat senang melihat perkembangannya yang
sekarang. Sejak kuliah, adik laki-lakiku ini banyak mengalami perubahan dan
perkembangan. Di masyarakat dia juga dikenal sebagai anak yang alim, rajin
shalat ke mesjid dan sangat patuh pada orang tua. Kami anak-anak yang dibesarkan
dalam kasih sayang yang berkecukupan.
Saat ini aku
hanya bisa berdoa semoga bisnis yang dijalaninya bisa sukses. Zain sangat sabar
dengan segala kendala yang dialaminya dalam bisnis. Walaupun ragaku berada di
Jawa, tetapi segala informasi apa yang terjadi di rumah aku ketahui dengan baik,
bagaimana sekarang Zain juga mengembangkan usahanya dengan beternak itik, ayam
dan mengembangkan pembibitan ikan. Dia benar-benar mewarisi sifat bapak yang
pekerja keras. Karakternya yang pendiam membuatnya tidak terlalu banyak bicara
di rumah, kecuali yang penting-penting saja. Alhamdulillah aku senang dengar
perkembangan dari anak ini. Semoga saja menjadi pengusaha yang jujur dan
mencintai keluarga.
Adikku yang
kedua : Dinda Mahda Surya. Sebenarnya orang tuaku hanya berencana punya anak tiga
orang. Oleh karena itu anak ketiganya diberi nama : Dinda, yang artinya yang
paling kecil. Siapa sangka kami malah hadir ke dunia ini sebanyak enam
orang,,,hiihihi....dan masih ada 3 orang lagi dibawah Dinda. Ya Dinda,,, dari
lahir sampai sekarang si Dinda ini mengcopy paste wajah Amakku. Dia sangat
mirip dengan Amak. Sampai-sampai waktu dia lahir, tetangga pada menyarankan
untuk menjual Dinda, coz kalau anak sangat mirip dengan orang tua, maka salah
satunya bakal meninggal (gilagatuh..) masyarakat segini modern masih juga
berpikiran kayak gihtu,,, GA GAUL BANGET...
Alhamdulillah,,walaupun
ga jadi di jual, ni anak masih sehat wlafiat, saking sehatnya, tubuhnya
menjulang tinggi, melampaui tinggiku walaupun sekarang baru menginjakkan kaki di
kelas satu Mandoepa. Dan melihat dari pola makan dan gaya hidupnya, nih anak
tingginya bakal bertambah lagi. Kalau di rumah aku paling sering berantem,
mungkin sama-sama perempuan. Apalagi kalau soal membersihkan rumah, untuk urusan
piring kotor aku adalah heronya. Sementara untuk urusan cuci baju and nyetrika :
mari kita serahkan pada ahlinya : DINDA MAHDA SURYA...WAUAKAKAKAK...
Bulan Juli ini,
tahun ajaran baru. Dinda baru menamatkan sekolah di MTsN Piladang. Seperti sebelumnya
orang tuaku pasti meminta saranku untuk sekolah Dinda. Dan tentunya aku
meyarankan di Mandoepa. Kami bertiga beradik kakak, aku, Zain dan Dinda,
walaupun berasal dari sekolah menengah yang berbeda tetapi kami tetap sekolah
atas di sekolah yang sama : MANDOEPA.
Kami bertiga semuanya sekolah menengah di sekolah agama. Amak sangat tegas
dengan urusan ini. Zain dulu sekolah di Ponpes Almanar, setidaknya pernah
belajar kitab kuning, aku dulunya di MTsN Payakumbuh dan Dinda di MTsN
Piladang, semuanya sekolah agama dan berakhir di Mandoepa.
Sama halnya aku
dan Zain. Untuk perguruan tinggi, kami melanjutkan di Universitas Andalas. Tetapi
untuk Dinda aku lebih meninginkannya sekolah di UI. Dalam keluarga amak dan
apak bukanlah tipikal orangtua yang memaksakan kehendak kepada anaknya. Kami diberi
kebebesan memimilih. Tetapi sebagai anak tertua yang sudah melaanglang buana dan
sedikit lebih tau perkemabngan zaman, amak dan bapak banyak bertanya padaku
tentang arahan sekolah adik-adikku. Bapak dan amak serta aku memang bercita-cita
menguliahkan kami berenam. Dan yang paling dekat saat ini adalah Dinda. Tiga tahun
lagi ia akan menginjakkan kaki di Universitas.
Setelah mempelajari
karakternya, aku akhirnya menyarankannya memilih jurusan IPS. Awalnya Dinda
ingin menjadi Dokter(yang bagiku itu adalah cita-cita asal-asalan anak-anak). Melihat
dan melirik kemampuannya aku lebih mengarahkannya pada bidang IPS, ini didukung
dengan nilai-nilai ujian IPSnya lebih tinggi dibandingkan dengan nilai IPAnya,
alhasil maka satu kalimatpun meluncur : UNI MENYARANKAN NDA MASUK JURUSAN
HUBUNGAN INTERNASIONAL UNIVERSITAS INDONESIA.
Wuakakaka...
Jurusan HI sebelas duabelas dengan kedokteran dalam hal :passing grade. Dari sekarang
aku sudah memotivasinya habis-habisan. Aku juga mempelajari penerimaannya. Tak ada
kata PAKSAAN dalam kamus keluarga bahagia kami. Maka ia pun menerima.. ya Uni,,
Nda niatkan dari sekarang untuk mengambil jurusan HUBUNGAN INTERNASIOANAL.
Tiga hari
berlalu sejak MOS di MANDOEPA, amak kembali mengabari, ternyata walaupun masih
kelas satu, di Mandoepa sudah ditanyakan jurusan yang diinginkan dan univeritas
yang akan di pilih. Dan Dindapun dengan tertawa menyatakan padaku. Uni... Nda
tulis di lembar formulir Nda, Jurusan yang diinginkan HUBUNGAN INTERNASIONAL UNIVERSITAS
INDONESIA. Dengan lega aku katakan : Ideku sejalan dengan kemauaannya : so
RAJIN-RAJIN BELAJAR. Passing Grade HI UI sangat tinggi.
Salah satu persiapan
untuk masuk HI yang kulakukan adalah aku berencana memberikan Bimbel Bahasa Asing. Untuk HI, standarku sekarang untuk Dinda adalah tiga bahasa. Inggris,
Arab dan satu lagi silahkan dipilih sendiri. Arab dan Inggris sudah dipelajari disekolah. Aku tidak ingin Dinda
les bahasa yang dua ini. Maka aku ajukan lima bahasa : China, Jepang, Korea,
Prancis, Jerman. Silahkan pilih salah satu. Setelah difikirkannya. Maka pilihannya
jatuh pada bahasa Jepang. Setidaknya bahasa Arab mewakili daerah Timur Tengah,
bahasa Jepang mewakili wilayah Asia dan bahasa Inggris sudah mewakili bahasa Eropa
dan dunia.
Sekarang Dinda
masih memulai, aku tidak mau dia terpaksa, aku ingin adik-adikku lebih baik
dariku, bisa jadi ORANG semuanya. Yang bisa membuat senang kedua orang tua dan
berguna bagi bangsa dan negara serta AGAMA. Aku sudah mempelajari karakter
adik-adikku dan senantiasa memotivasinya. Kami sedang meniti jalan. Zain dengan
wirausahanya, Dinda dengan Jurusan HI nya dan sekarang aku juga sudah siapkan
untuk Alfi dan Nissa, sementara si kecil Zhazha masih belum kelihatan maunya,
karena saat ini maunya adalah membuat seisi rumah heboh dan bermain dengannya.
Adikku yang
ketiga. Simancung yang satu ini, sedikit banyak mewarisi sikap Zain, tidak
terlalu banyak bicara. AlFI GHIFARI,
nama ini aku yang memberikan karena aku sangat suka dengan tokoh Abu Dzar
Al-Ghifari. Oleh karena itu aku berikan adikku nama demikian ^_^. Alfi memiliki
bakat IPA yang kuat. Sangat hobi nonton dan cepat menangkap hal-hal baru dari
yang ditontonnya. Pada saat TK Alfi adalah tipikal anak yang sangat manja. Dia tidak
pernah mau pergi sekolah kalau tidak diantar dan ditunggui. Sampai-sampai amak
kerepotan karenanya.
Suatu saat titik
baliknya terjadi pada saat mengantarkanku di Bandara Minangkabau ke Malaysia.
Saat itu Alfi yang baru menyaksikan, pesawat terbang sangat antusias. Dia sangat
suka. Sambil menunggu kedatanganku dia bertanya pada Amak : Uni kama mak??? Ke
Malaysia : jawab Amak. Alfi: Surang se??. Amak : iyo jo pesawat. Yang Alfi pahami
saat itu adalah Malaysia itu jauh dari kampung halaman dan harus di tempuh
dengan pesawat. Amak menambahkan, Alfi lihatlah Uni, Uni bisa pai surang se ke
Malaysia. Ndak ado yang maantaan Uni doh. Karena Uni berani. Kalau Alfi berani
Alfi bisa juo naik pesawat dan pai ka Malaysia.
Yach..perbincangan
sederhana yang terjadi di Bandara Internasional Minangkabau, pada tahun 2010,
disaat Alfi berusia 5 tahun dan baru masuk TK, menjadi titik balik Alfi. Alfi
yang cengeng dan selalu minta diantar ke sekolah berubah seketika. Di pagi hari
ke sekolah. “Amak ndak usah antar Alfi ke sekolah, Alfi ingin seperti Uni. Alfi
ingin berani. Alfi bisa pai sekolah surang... Amak,,,hmhmhmhmhm
Sekembalinya aku
dari Malaysia aku mendapatkan cerita amak, Alfi tidak diantar lagi sekolah,
tidak ada lagi nangis di sekolah. Yach... pada saat itu aku mulai melihat
kelebihannya. Ternyata diapun suka nonton
Spacetoon tentang roket. Dan Alfi bilang itu mirip dengan pesawat. Alfi
ingin jadi Roket. Menyadari kesukaannya pada pesawat dan roket, pada akhirnya
aku perkenalkan padanya untuk bisa membawa pesawat itu adalah Pilot dan untuk
bisa naik roket itu adalah Astronot. Yach nampaknya kata-kata itu menggema di
telinganya. Ketik pamanku pulang dari Surabaya, dia iseng nanya ,, Alfi kalau
sudah besar mau jadi apa, dengan tegas ia menjawan : ALFI MAU JADI PILOT DAN
ASTRONOT.
Sejak itu aku
selalu mengarahkannya pada hal yang berbau pesawat. Agar ia punya cita-cita
dari kecil. Cita-citanya sempai terganggu karena ia melihat kecelakaan pesawat
di televisi. Pada akhirnya Alfi ndak mau jadi pilot, nanti pesawat meledak,
banyak yang mati. Untuk saat ini aku pahami ia memahami sejauh itu. Yang perlu
aku lakukan saat ini hanyalah mengarahkannya. Terakhir aku menelfon sehari yang
lalu: ketika aku tanya cita-citanya Alhamdulillah ia masih menjawab : ALFI MAU
JADI PILOT DAN ASTRONOT. Alhamdulillah
Adikku yang ke
empat : Nissa Miftahul Khairat, nama ini Zain yang kasih. Usianya dan Alfi sama
dengan perpautan usiaku dan Zain yaitu 18 bulan. Karena hampir sebaya, maka
hari-hari mereka banyak dihabiskan bersama. Walaupun Alfi hobi nonton tapi Nissa
sedikitpun tidak tertarik dengan film. Ia lebih tertarik mondar mandir rumah. Kalau
Alfi kuat ke IPA, Nissa tampaknya lebih kuat ke IPS. Gayanya yang sering asal
dan ceplas ceplos sering membuat seiisi rumah jengkel. Disamping itu ia justru menggemaskan
kalau dibawa bepergian karena mudah interaksi dengan para ibuk-ibuk.
Kalau Dinda
dan Alfi, aku sudah melihat arah dan tujuan mereka. Untuk Nissa aku belum
melihat kecenderungannya. Dunia dimatanya masih terlihat sama dan ia pun
cenderung polos dibandingkan yang lain. Ketika aku menelfon dan menanyakan:
Icha cita-citanya apa dengan santai ia menjawab : GURU SD..
wuahhahahaha....bikin
ribut seisi rumah yang suaranya di loudspeaker. Ketik aku tanya : kenapa ia mau
jadi guru SD dengan santai lagi ia jawab : kalau jadi guru SD bisa “nabung”..
geplakkk... ternyata sudah ada yang mendahului aku memberikannya pemahaman akan
cita-citanya. Dari seberangpun Dinda menangapi, jadi Dosen Cha...dan Nissa pun
menjawab : Ndak doh Jauh ke Padang. Jadi Guru SD se lah....wuakakkakakka...
kalau yang lain aku arahkan jalannya. Untuk yang Nissa itu murni pemahamannya. Kalau
aku sih pengennya Nissa jadi Pengacara. Lihat gaya ceplas ceplosnya. Tapi kalau
tuh anak maunya jadi guru SD, apa mau dikata. Kita lihat saja nanti ^_^.
Terakhir Zahra
Humaira, adikku yan terakhir aku yang berikan nama. Terinspirasi dari nama blog
ini Zalfa Humaira. Aku menggantinya jadi Zahra karena : Zahra artinya bunga,
sama dengan nama bapakku Azhar yang artinya juga bunga, Zha-zha dan bapak sama-sama lahir
dibulan Oktober. Maka akhirnya nama Zahra Humaira dan panggilan Zha-zha pun
melekat. Sikeci ini memang jadi mainan baru di rumah. Apalagi sekarang usianya
sudah hampir dua tahun. Melihat perkembangannya, amak sangat senang dan apapun
tenang Zha-zha selalu buat rindu. Terkait mau jadi apa nich adik yang satu ini. Hmmm
kita serahkan pada dia. Kata amak, diantar kami berenam watak Zha-zha lah yang
paling keras, hmmm,,,lahir tepat siang bolong pukul 12.00, kata orang memang
berkarakter seperti itu. Tapi jahil dan isengnya membuat seisi rumah menjadi berwana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar