Berkali-kali saya menulis di blog
tentang pernikahan. Berkali-kali saya meyakinkan diri untuk menikah muda bahkan diusia sekarang. Tapi
berkali juga saya kehillangan keyakinan untuk melajutkan ke jenjang tersebut. Bahkan saya menulis diblog ini saya lebih
memilih pernikahan dibandingkan Jerman. Tapi kembali lagi saya belum punya
keyakinan yang kuat dalam menjalin komitmen dengan mahluk bernama*lelaki*.
Sebelum saya mengenal secara tepat hukum pacaran.
Alasan awal saya tidak mau berpacaran adalah : saya tidak mau dominasi lelaki dalam kehidupan
saya. Saya paling alergi dengan lelaki buaya darat. Memahami cara berfikir
merekapun sulit bagi saya. Dalam urusan berteman, saya termasuk pemilih. Awal
di kampus saya sempat mendapat cap sombong dikalangan beberapa orang karena
sikap saya yang memilih.
Dirumah, saya dikenal orangtua
saya sebagai wanita yang takut lelaki. Karena setiap kali ada lelaki bertamu
kerumah, baik itu keluarga bapak,amak, teman adik, saya pasti berdiam diri di
kamar. Tak mau keluar. Bahkan amak sempat memarahi saya karena saya tidak mau
keluar jika yang datang adalah paman-paman saya. Baru di kampuslah saya berani
interaksi dengan banyak lelaki. Karena aktifitas organisasi dan kuliah. Kalau di
kampung. Emang ga mau, sampai amak berfikir saya tidak pernah bisa bicara
dengan lelaki di kampus. Saya hanya manyun.
Awal di kampus saya termasuk
wanita yang tidak ramah untuk lelaki. Sahabat saya sering mengingatkan saya
akan sikap saya. Tidak semua laki-laki suka mempermainkan wanita. Bahkan satu
kalimat dari seorang lelaki yang pernah mampir ketelinga saya : orangnya tidak
selembut wajahnya. Ini terjadi karena saya emosi tingkat tinggi karena sering
diganggu lewat telepon. Saya paling tidak suka diganggu lewat telepon. Tak
jarang juga saya mengobarkan api peperangan ketika saya tidak suka dengan
seseorang. Bagi yang mengenal saya
tentunya sudah sering melihat sikap saya yang meledak-ledak. Dan paling sulit untuk minta maaf duluan. Seiring
berjalannya waktu saya mencoba merubahnya.
Sedikit demi sedikit saya mulai
mencoba akrab dengan lelaki. Dan ketika akrab, sayapun bersikap sangat
protektif dengan mereka semua. Seakan-akan mereka adalah pacar yang tak boleh
dilirik dan melirik yang lain. Sikap saya yang arogan dan protektif tertuju
kepada mereka yang benar-bena saya kenal baik, mungkin karena pengaruh merasa
kedekatan dan keakraban.
Banyak yang mengira sikap
protektif dan bersahabat yang saya perlihatkan, adalah tanda *suka*. Untuk
beberapa teman di kampus banyak yang mengira saya menyukai seseorang, bahkan
seseorang secara gamblang bilang kepada saya : RHP kembali lagi ke BEM karena
suka kan sama dia. Saat itu rasanya saya seakan menampar orang tersebut.
Enak saja mempertaruhkan keaktifitasan
di BEM karena menyukai seseorang. Saat itu saya sempat tertekan dengan kalimat
itu. Bahkan saat itu saya berfikir untuk menjauhi orang tersebut, tapi melihat
orang yang dimaksud santai, cuek seakan tak terjadi apa-apa, maka saya urungkan
niat saya. Karena terkadang beberapa lelaki suka bersikap seperti itu, ketika
dirinya tertimpa gossip dengan seseorang, untuk menghindari fitnah maka wanita
itu akan dijauhinya. Entah dia memang tidak pernah mendengar gossip itu, entah
karena dia tahu sikap saya tidak aneh dan profesionalitas di BEM maka hubungan
persahabatan kami bisa dipertahankan sampai sekarang. Yang namanya persahabatan
harus kedua belah pihak menjaganya.
Sahabat dekat saya sendiripun
yang sama-sama di BEM juga sempat mengutarakan hal yang sama, dengan bahasa yang
lebih halus. Tapi kemudian selepas dari BEM ia dengan sendirinya mengklarifikasi, memang tidak ada
apa-apa. Hanya prasangka jauh, karena aktifitas di BEM terkadang menuntut
kegiatan bersama. Bagi yang hanya meihat sekilas akan menduga-duga. Bahkan saya
sendiri sangat kaget, ketika di wisma adik-adik mengklarifikas hal tersebut. Saya
hanya menghela nafas. Selama niat saya baik untuk berkontribusi di BEM maka
*Abaikan saja gosipna @EGP. Ternyata banyak juga yang berprasangka adanya
hubungan. Untung saja orang yang di maksud tidak seaneh yang lain. Coba kalau
iya, bakal kabur lagi deh dari BEM ^_*.
Masih seputar BEM, saya sempat
mengobarkan api peperangan kepada seseorang. Awalnya bukan karena saya terlibat
masalah dengan orang tersebut, karena pernah interaksipun rasanya tidak pernah
kecuali setelah masuk BEM. Tapi lebih kepada status. Saya paling sering
mempermasalahkan ketika sesorang yang tidak pernah di BEM, tiba-tiba masuk BEM,
kemudian memegang jabatan penting, kemudian memegang jabatan penting juga di
lembaga lain. Ketika menyadari ada hal ini : tanpa lihat siapa orang, api
ketidaksukaan tersulut dengan sendirinya. Ditambah lagi di awal-awal BEM yang
dimaksud jarang hadir rapat. Lengkaplah sudah keetidaksukaan saya.
Sikap tidak ramah dan tidak
bersahabatpun saya perlihatkan terang-terangan. Saat itu teman saya yang
merupakan anggotanya pernah bertanya kepada saya : kenapa sikap saya seperti
itu, toh orangnya ga salah apa-apa, ga hadir rapat kan ada anggota yang menggantikan.
Saya hanya menggerutu : kalau semua limpahkan ke angota, ngapain ada koor. Tuingg…(mengingat
sikap saya saat itu seakan-akan saya tak akan pernah mengenalnya). Ditambah
lagi anggapan saya, orang dari lembaga berbeda punya sikap yang berbeda. Misalkan:
cara bergaul anak BEM dengan anak FKI itu ada perbedaan. Itu anggapan saya, dan
saya percayai itu, terserah yang lain menganggap apa. @^_*@.
Dan saya yakin orangnya bisa membaca ketidaksukaan saya. Termasuk, perang
antar departemen tak bisa dihindarkan
(@peraaaanggg)… Bahkan saya sempat mengelilingi MIPA di sore hari hanya karena menerima sebuah sms
darinya : tolong pamflet yang ditempelkan
tidak miring. Dan saya membalas: maksudnya
?? Dia hanya membalas singkat : Dimushala.
Selesai kuliah sorenya, saya ajak
staf departemen saya ke mushala. Pamflet disana agak miring. Mau tidak mau saya
mencopot dan memperbaiki letaknya. Saat itu saya sangat kesal dan membalas : Cuma miring stek nyo. Dan diapun
membalas : Itu etika menempel pamflet,
setidaknya itu menghargai karya orang lain. Walaupun kesal dengan
jawabannya, sebagai koor yang bertanggungjawab (hahahhah@gaya gw).. terpaksalah
saya sore itu menjadi agen pemerhati dinding, mengitari FMIPA memperhatikan
dengan seksama, ternyata yang miring hanya di mushala. Ampun dah. Dan selesai
ekspedisi mengitari FMIPA, mulailah saya mengirim sms ke semua anggota psdm
tercinta agar menempel pamflet tidak miring.
Walaupun kesal dengan hal
tersebut, karena yang saya lihat hanya di mushala yang miring, tapi setidaknya
saat itulah sikap saya mulai berubah terhadapnya. Setidaknya orang ini
berkarakterlah, miring dikit ajha protes, gimana kalau designya saya pajang di
dinding yang bukan mading…wah ga kebayang dech protesnya kayak apa. Setidaknya
dia menghargai hasil kerjanya dan orang lainpun begitu. Kemudian saya juga
pernah memprotes, kenapa jarang datang rapat. Dia hanya menjawab : Untuk berkontribusi di BEM kan tidak hanya
dengan datang rapat dengan KARYA juga bisa. Saat itu saya hanya diam,
huuuuuhuuuuu… terserah ello deh. Setelah saya lihat, memang walaupun jarang
rapat, kebutuhan akan design terpenuhi. Karya, kalimat itu sering terngiang
oleh saya. Malahan kabinet yang saya ikuti setahun setelah itu malah bernama :
Kabinet Karya.
Karena melihat orangnya tak memiliki masalah dengan
saya, hanya saja saya yang mempermasalahkan kehadirannya karena bukan berlatarbelakang
BEM, sedikit demi sedikit sikap saya berubah. Siapa sangka juga pada akhirnya
dia jadi @Kawan Maota@. @^_*^@
Gitu dech, susah menjalin
persahabatan dengan lelaki jika kedua belah pihak tidak saling mengerti
dan memahami karena lingkungan terkadang
sering membicarakan kita. Tapi jika satu
sama saling paham kurang dan lebih masing-masing, maka persahabatan itupun akan
awet. Semoga saja tidak hanya sampai disini. Kelak masing-masing sudah menikah
dan berkeluarga. Hubungan baik tetap terjaga sampai anak cucu.
MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN
DOAKU MENYERTAI SAHABAT SEMUA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar